Followers

Rabu, 25 Mei 2011

Cerek masa lalu


Mengenang masa lalu, sesuatu yang tak pernah lekang oleh waktu. Hari ini kembali teringat kepada suatu masa yang tidak akan pernah kembali. Aku ingin kembali kanak-kanak. Persis seperti dulu. Aku ingin belajar merangkak, berbicara dan sebagainya. Intinya aku ingin belajar banyak lagi.
Sepotong-sepotong, aku tulis juga kenangan pelepas rindu. Pelepas dahaga, pelepas ingatan yang aku tidak merasa ada daya, jika kembali padanya.
***
Hampir tiap hari aku makan, tiap hari pula ibuku menuangkan cerek ke gelas. Begitulah hari-hari kecilku. Aku selalu diawasi ketika makan. Mulai waktu menyusui, sampai aku bisa makan sendiri. Semuanya dikontrol ibuku. Sampai menuangkan cerekpun aku dibantu.
Aku tahu, waktu itu aku belum mampu mengangkat cerek berwarna emas yang selalu dipakai ibuku. Aku suka cerek itu. Tidak seperti cerek sekarang. Cerek plastik. Pernah suatu kali aku bersikeras untuk mengangkat cerek emas itu. Ibuku melarang, akhirnya cerek itu jatuh dan air tumpah. Ibuku sangat marah.
Pernah juga, disuatu pesta kerabat. Aku diajak oleh ayah. Aku sederet dengan para partai tua. Hanya aku satu-satunya yang masih balita. Aku takut, yang aku tahu sederet denganku adalah para datuk. Aku ingat, nenekku pernah bilang datu adalah orang yang paling disegani oleh kaumnya. Waktu itu aku sangat haus. Akhirnya kutahan keinginanku, hanya karena takut cerek itu terjatuh.
Itulah potongan kisah kecilku. Ketakutan untuk memegang cerek. Setelah umurku agak bertambah dan aku sudah sanggup mengangkat cerek. Cerek pulalah yang sering menjadi tugasku. Aku disuruh ibu untuk memindahkan air yang sudah masak ke cerek dan termos. Rutin, setiap pagi hari.
Bagi sebagian orang cerek hanya sebatas tempat menampung air minum. Namun, Bagiku cerek sesuatu yang mengingatkan masa lalu, tentang tolong menolong. Betapa tidak, nenekku sering bercerita tentang tangan diatas lebih baik dari tangan dibawah. Ia mengibaratkan tangan diatas adalah cerek. Tangan dibawah yaitu gelas. Sesuatu perumpamaan yang bagus. Hingga akhirnya aku ingin seperti cerek yang memberi.
“baa kok nagari wak miskin taruih?” kata nenekku. Aku menggeleng tidak tahu jawaban pasti. Karena waktu itu masih kecil, dan belum kuat berargumentasi. Apalagi pertanyaan itu datang ketika aku letih memanjat-manjat pohon di parak nenekku.
“karno urang suko mancawan” jawabnya dengan yakin.
Kata-kata bermakna selalu diselipkan nenekku, ketika aku berkunjung ke kampung. Kini kata-kata itu semakin bertenaga. Melihat banyaknya kemiskinan melanda negeri ini. Salah satu penyebabnya, cerek itu tidak pernah dituangkan. Biarpun isinya melimpah dibiarkan begitu saja.
Kita bisa melihat contoh, kepada orang kaya yang depresi. Itu disebabkan si kaya tidak pernah memberikan hartanya kepada yang membutuhkan. Di dalam agama kita saja kita sudah diajarkan sedekah, infak dan zakat. Berliipat-lipat pahala bagi yang menafkan hartanya. Maka dari itu jadilah seperti cerek yang selalu ada ketika orang kehausan.

Lapor Tugas selesai,,, silahkan tidak berkomentar,,,, hahaha

0 komentar:

Komunitas

Entri Populer

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | free samples without surveys