Followers

Selasa, 01 Maret 2011

MISKIN KEBANGGAAN

Ketika piala AFF, banyak orang berharap agar Timnas Indonesia bisa meraih gelar tersebut. Harapan itu bisa kita lihat dari banyaknya yang mendukung Indonesia ketika pertandingan. Mulai dari yang langsung menonton di stadion sampai yang nonton di rumah-rumah. Disamping itu banyak juga yang mengidolakan pemain-pemain yang berlaga di timnas, seperti Irfan Bachdim, Cristian Gonzales, Firman Utina dan lain sebagainya.

Pertandingan besar melawan malaysia merupakan final yang keempat bagi bangsa Ini. Namun seperti yang kita ketahui Indonesia tetap saja gagal membawa pulang piala AFF tersebut. Dengan kegagalan tersebut banyak masyarakat yang kecewa. Slogan turunkan nurdin khalid ketua PSII pun semakin gencar dilakukan. Ada juga komentar bijak yang keluar meskipun kadarnya tak seberapa.

Ini merupakan efek miskinnya kebanggaan yang kita miliki. Kebudayaan Indonesia, sempat-sempatnya dicuri oleh negara tetangga. banyak rakyat Indonesia yang tidak bangga dengan produk buatan Indonesia. ini merupakan salah satu faktor susahnya orang Indonesia berkembanga di negeri sendiri. sehingga banyak ilmuan asal Indonesia yang tertahan di luar negeri karena alasan minimnya penghargaan. banyak contoh lain yang memuat sebagian orang ‘malu menjadi orang Indonesia.’

Jika kita lihat sejarah, dari track record dari pemimpin kita. Di era Soekarno kita berbangga menjadi bangsa Indonesia karena digembleng dengan nation & character building. Tetapi kemudian kebanggan kandas ketika situasi ekonomi memburuk, ditandai kelangkaan barang dan menurunnya produktivitas nasional, yang mengakibatkan terjadinya inflasi hingga mencapai lebih dari 600% dan berakhir dengan sanering, yang akhirnya membuat rezim tumbang.

Soeharto dengan bantuan berupa pinjaman dari Negara – Negara donor kapitalis, membuat perekonomian bangkit. Dengan perencanaan yang (sepertinya) sistematis, berupa rangkaian Repelita, terlihat menghasilkan pertumbuhan yang menakjubkan. Kebangkitan ekonomi dan kesan kenegarawanan Soeharto sebagai Presiden, sempat melahirkan kebanggaan. Apalagi terlihat keberhasilan dan prestasi dicapai di berbagai dibidang, seperti olah raga misalnya, walaupun masih sebatas lingkup regional.

Namun pembangunan yang bersandar pada kebijakan sentralistis, ternyata tidak membuahkan ketangguhan ekonomi secara fundamental dan bahkan secara struktural rapuh, karena kroni di Pusat Pemerintahan intens melakukan korupsi dan kolusi, yang menggerogoti pilar keuangan Negara. Disisi lain, pinjaman luar negeri dalam skala relatif besar dibandingkan besaran GDP, sangat membebani keuangan Negara. Terbukti, pada saat terjadi gejolak moneter ketika para hedge fund mengalihkan dananya, melahirkan krisis yang amat sangat parah yang melahirkan devaluasi mata uang rupiah hingga mencapai 400%. Soeharto terpaksa lengser, ketika jajaran pembantunya tidak bersedia diajak membentuk kabinet untuk mengentaskan kemelut yang terjadi.

Era Habibie, Gus Dur dan Megawati yang tak lewat semusim pemilihan, dapat dikatakan sebagai era transisi, mempersiapkan kearah lahirnya demokrasi untuk menjawab tuntutan reformasi. Tak banyak pencapaian dilakukan karena sibuk berbenah sambil mengatasi keadaan yang tidak kondusif melahirkan investasi, sebagai prasarat peningkatan pertumbuhan ekonomi dan terciptanya lapangan kerja. Bayang – bayang keterpurukan ekonomi yang meruntuhkan kebanggaan nasional masih menghantui.

Kini, harapan tertumpu pada Susilo Bambang Yudoyono, sebagai Presiden pertama yang dipilih secara demokratis, yang mendapat mandat dengan dukungan kuat dari rakyat, karena mengantongi perolehan suara mencapai 60%. Keberhasilannya pada periode pertama masa pemerintahannya, yang ditandai dengan stabilitas di berbagai bidang, menempatkan posisisinya semakin kuat pada pemilu berikutnya. Sayangnya, kepercayaan dan harapan besar dari rakyat, sepertinya direspon dengan kehati – hatian kalau tidak dapat dikatakan kebimbangan. Sementara, akumulasi permasalahan telah menumpuk sehingga diyakini tidak dapat dipecahkan dengan menggunakan penanganan secara “business as usual”, melainkan diperlukan gebrakan sebagaimana diteladani Dheng Ziao Peng sangat mengentaskan ketertinggalan China meraih posisi sebagai Negara maju.

Adalah sebuah kebanggaan ketika Indonesia dipuji sebagai Negara yang berhasil terhindar dari krisis lanjutan akibat resesi yang berasal dari kehancuran sub prime mortgage di Negara Paman Sam. Namun, bila kita menyadari bahwa keberhasilan tersebut tidak lain karena besarnya kekayaan alam Indonesia yang dapat dieksploitir untuk menutupi kehancuran di sektor riil terutama manufaktur, yang menyebabkan jutaan warganya kehilangan lapangan kerja sehingga terpaksa mencari makan sebagai pekerja rendahan di manca Negara, dan disisi lain keterpurukan – keterpurukan terus terjadi, di bidang – bidang seperti olah raga misalnya, yang menjadi barometer harga diri bangsa, sebenarnya kebanggaan tersebut hanya merupakan penghibur dari kemiskinan kebanggan yang kita miliki.

Semoga di tahun baru ini, Indonesia bisa mengukir sejarah dan menjadi negara yang patut kita banggakan. wallahualam

0 komentar:

Komunitas

Entri Populer

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | free samples without surveys