Followers

Selasa, 28 Desember 2010

Musibah & Bencana Sebuah Refleksi Kehidupan

Dalam beberapa bulan belakangan ini, Indonesia ditimpa berbagai musibah. Mulai dari Banjir di Wasior, Tsunami di Mentawai, dan meletusnya gunung merapi di Sleman Yogyakarta serta beragai musibah lainnya. Ketika kita menyaksikan peristiwa demi peristiwa atau bahkan kita alami sendiri peristiwa demi peristiwa dalam realitas ini, sudah pasti membuat kita sedih, iba, ciut, ketakutan dan tidak berdaya. Melihat realitas saat ini, kita jangan lupa melirik historikal kehidupan. Wacana ini penting untuk menganalisis sejumlah gejala alam. Peristiwa masa lalu dalam sejarah selalu berkolerasi dengan masa sekarang. Namun yang berbeda adalah goresan dan cuplikan waktu, ruang dan tempat. Demikian pula dengan musibah demi musibah dan bencana alam demi bencana alam seolah saling berlomba dengan waktu yang tersisa dan silih berganti dalam lingkup, bentuk, jenis atau wajah yang beragam.

Musibah dalam realitas sosial dimengerti sebagai suatu kondisi yang tidak menyenangkan. Dalam istilah bahasa arab, musibah berasal dari kata ashaba, yang berarti suatu keadaan yang mengenai seseorang, baik sesuatu yang menyenangkan maupun sesuatu yang tidak menyenangkan. Berdasarkan asal katanya, musibah berarti lemparan yang kamudian digunakan dalam makna bahaya, celaka, atau bencana dan bala. Menurut Al-Qurtubi, musibah adalah apa saja yang menyakiti dan menimpa pada diri seorang, atau sesuatu yang berbahaya dan menyusahkan manusia, betapapun kacilnya. Musibah dapat menimbulkan penderitaan maupun kesengsaraan bagi korbannya. Terkadang berlangsung dalam waktu yang panjang, atau bahkan seumur hidup. Oleh karena itu, setiap orang berusaha untuk menghindar diri dari kemungkinan tertimpa musibah.Misalnya, kehilangan dompet, kemalingan, perampokan, kecelakan lalu lintas, meninggal anggota keluarga atau orang yang dicintai, kebakaran ruko, di PHK, anjloknya karier, dan lain-lain. Di sisi lain, ketika seseorang mendapat promosi jabatan baru, kenaikan pangkat, bertambah kaya, atau selalu diidolakan orang (panutan), dsb. –juga dimaknai sebagai “musibah” oleh orang-orang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT karena tanggung jawab terhadap apa yang dimilikinya itu bertambah besar.

Sebab terjadinya Musibah bermacam-macam. ada yang disebabkan oleh perbuatan manusia secara langsung, ataupun penglolaan alam yang keliru, serta yang murni disebabkan oleh alam. Dari pendekatan agama, musibah dapat dibagi menjadi dua macam. Pertama, musibah yang terjadi sebagai akibat dari ulah tangan manusia. Karena kesalahan yang dilakukannya, manusia harus menanggung akibat buruk dari perbuatannya sendiri. Musibah ini dikenal sebagai hukum karma, yakni sebagai “pembalasan”. Kedua, musibah sebagai ujian dari Tuhan. Musibah ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan perbuatan keliru manusia. Betapapun baik dan bermanfaatnya aktivitas yang dilakukan manusia, serta taatnya mereka menjalankan perintah Tuhan, musibah yang seperti ini bakal mereka alami juga. Oleh karena itu, musibah ini sering dihubung-hubungkan dengan takdir (ketentuan Tuhan).

Sementara bencana alam, merupakan fenomena alamiah yang menampilkan diri dalam bentuk amukan yang ganas. Menurut kamus wikipedia, bencana alam adalah konsekuensi dari kombinasi aktivitas alami (suatu peristiwa fisik, seperti letusan gunung, gempa bumi, tanah longsor) dan aktivitas manusia. Contoh bencana alam, diantaranya; banjir bandang, letusan gunung, gempa bumi, tsunami, angin topan, badai salju, dan tanah longsor. Sedangkan kebakaran hutan, meluapnya tinja lapindo atau maraknya aliran sesat melalui hipnotis bukanlah bencana alam, namun peristiwa ini diakibatkan oleh ulah manusia yang tidak bertanggung jawab.

Namun apa dikata, memang musibah dan bencana tidak bisa diprediksikan kapan datang dan berakhir. Yang pasti musibah dan bencana selalu mengintai realitas ini tanpa mengenal waktu dan ruang. Yang bisa kita sekarang adalah bagaimana kita dapat mempersiapkan diri secara mantap dengan cara meningkatkan dan mempertebal keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah SWT.

SIHIR-SIHIR PENDIDIKAN


Diam dan nyaris tak bergerak jika kita tidak memiliki informasi. Bagi para pemegang saham informasi baik melalu TV, Koran maupun internet menjadi sarapan paginya dan menu utamanya adalah bagaimana memenangkan saham dan kerasnya persaingan dalam berbisnis. Para pelajar yang tidak mau ketinggagalan informasipun sekarang sudah mulai membudayakan tradisi melirik informasi meskipun kuotanya tak seberapa. Meskipun berada dititik minoritas para pelajar yang suka mencari informasi inilah yang menjadi nomor satu di sekolahnya. Sehingga Benjamin Disraeli mengatakan “Memiliki informasi terbaik berarti menggengam dunia.”

Sekarang di dunia yang serba materialis ini semua sudah digenggam oleh sihir-sihir duniawi. Djiang Lien (2002) mengatakan pada dasarnya sihir tewujud dalam tiga bentuk : mengintimidasi,memanipulasi dan mendominasi. Ketiga bentuk itu terdapat proses yang saling berkait. Hal ini jugalah yang menjadikan sektor penurunan prestasi pendidikan dikalangan pelajar. Tak salah kiranya kalau disebut ini merupakan sihir-sihir pendidikan.

Para pendidik tentunya tidak mau jika para siswanya gagal dalam Ujian Nasional. Maka tentunya para pendidik akan mengintimidasi siswanya untuk belajar. Harus hapal ini, harus kerjakan itu padahal siswanya sndiri tidak paham apa yang dibaca. Maka, jika siswa tidak lagi sanggup menahan beban maka akan terjadi manipulasi. Kalau diistilahkan “asal Bapak senang”. Memanipulasi ini bisa dengan cara mencontek, mencari bocoran soal dan lain sebagainya. Dan fenomena ini sering terjadi pada ujian Nasional di negara ini. Maka jika kedua hal tadi telah terlaksana, tentunya kejahatan, kekerasan akan mendominasi jiwa siswa tersebut.

Maka tak salah kiranya produk tadi akan bekerja asal-asalan. Bisa kita buktikan para pegawai birokrasi yang tidak disiplin dan mempersulit rakyat. Para pegawai yang tidak berkompeten dan banyak lagi contoh-contoh lainnya. Kisah-kisah orang sukses menjadi minoritas di berbagai kalangan. Kisah-kisah gayus sekarang mulai bermunculan. Entah sampai kapan negara ini mencetak kader-kader koruptor yang handal? Pertanyaan yang sulit untuk terjawab sampai sekarang meskipun KPK (Komisi Pemberantas Korupsi) telah terbentuk.

Sunpah pemuda yang menjadi janji pemuda Indonesia, Tak juga mengubah prestasi pendidikan secara menyeluruh. Kalau ditanya prestasi individu, Indonesia juga sering memenangkan lomba Olimpiade internasional tapi itu hanya sebatas ceremonial bukan hal yang subtasansial. Sekarang yang diinginkan adalah bagaimana bangsa ini cerdas. Saya teringat dengan lomba eagle award yang di selenggarakan oleh Metro TV dengan tema “Cerdas Indonesiaku.” Tapi ini hanya sebatas perlombaan. Kalau saya berpendapat teori tak semudah aplikasi.

Jika kita memilih sebuah jurusan di sekolah ataupun Universitas, maka yang akan sering ditanyakan oleh orang adalah “mau jadi apa setelah sekolah nanti?’ menurut saya itu adalah pertanyaan yang sangat picik dan melemahkan sekali. Jika kita kembali kesejarah orang-orang sukses ia tidak selalu memikirkan materi.

Kalau kita baca sejarah, Walt Disney yang sekarang terkenal dengan film kartunya. Ia yang menciptakan Mickey Mouse dan trhee Litle Pigs. Di dalam buku Dal Carnegie, Walt Disney percaya bahwa rahasia sukses semata-mata terletak kepada pekerjaan. Katanya gagasan untuk semata-mata mencari uang tak menarik hatinya. Karya dan pekerjaanlah yang menimbulkan gairah semangat dan kegembiran dalam hidupnya. Kalau bicara di dunia Islam bagaimana Bilal bin Rabah yang dulu seorang budak bisa mempertahankan agamanya walaupun disiksa dan akhirnya karena keteguhannya ia berhasil dan menjadi muazin terkenal dimasanya. Dan banyak ulama lain seperti imam mazhab yaitu imam Syafi’I, imam maliki, imam hanafi, imam hanbali dan Imam lainnya. Mereka senantiasa untuk menjaga disiplin ilmu dan bisa mengembangkannya. Belum lagi kita sebut ulama hadis seperti bukhari dan muslim yang berjuang mencari hadis dan menuliskan bukunya yang sampai sekarang menjadi pedoman kedua setelah al-Qur’an.

Sekarang tinggal kita menetapkan visi. Apa yang seharusnya kita cari. Apakah kita mencari vision du monde (visi duniawi). Yang berpatokan kepada materi atau hal belaka. Ataukah kita memiliki visi jauh sampai kepada akhirat. Menurut Goldmann, vision du monde tidak lahir begitu saja. Ia berpandangan bahwa situasi disekitarlah yang mengubahnya. Maka dimanapun tentu kita akan selalu dipengaruhi oleh lingkungan dan perilku sosial di masyarakat. Karena motivasi orang melakukan sesuatu ada tiga faktor : Faktor Frustasi, Faktor sosial dan faktor Hidayah. Kalau didalam Islam visi umat seperti do’a yang sering kita baca yang terkenal dengan doa sapu jagad yaitu ”Robba atina fiddunya hasanah wafil akhirati hasanah” artinya ya tuhan kami, berikanlah kebaikan kami di dunia dan di akhirat.

Jadi, segala sesuatu yang kita perbuat harus dikembalikan kepada niata. Seperti hadis yang diriwatkan Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khottob radiallahuanhu, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda : Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan. (Riwayat dua imam hadits, Abu Abdullah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin Al Mughirah bin Bardizbah Al Bukhori dan Abu Al Husain, Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi An Naishaburi)

Terakhir, kita semua tentu tidak ingin terpengaruh sihir-sihir pendidikan yang akan menjadikan kita bodoh dan tidak berwawasan. Boleh jadi 4 tahun kuliah kita sukses, tapi 40 tahun lagi kita akan menjadi gagal dan tidak memiliki visi yang jelas. Karena tujuan kita hanya mencari nilai belaka. Maka banyak sarjana yang pengangguran dan memiliki pekerjaan tidak sesuai dengan jurusannya. Karena yang menjadi tujuan awalnya untuk belajar adalah mencari pekerjaan. Maka tiga bentuk sihir pendidikan itulah yang dipakainya. Semoga kita menjadi orang yang berwawasan dan memiliki pengetahuan yang luas dan terhindar dari sihir-sihir tersebut. Fastabiqul khairot. Wallahua’lam.

Pelantikan "alek gadang" baarok ka nan elok..

Kemaren-kemaren, saya baru saja dilantik menjadi salah satu pengurus salah satu organisasi mahasiswa tingkat Sumatera Barat. Acara ini dilaksanakan di salah satu gedung di kota Padang. Banyak kegiatan yang dilaksanakan diantaranya acara seminar, pelantikan dan acara-acara lainnya.
Sudah beberapa kali saya dilantik dan melihat pelantikan. Entah kenapa setiap pelantikan tangan menjadi dingin dan saya menjadi takut. Kejadian ini berulang kali terjadi bagi diri saya. Bagi saya momen pelantikan adalah sebuah amanah yang harus diemban. Ketika dilaksanakan pelantikan maka seluruh orang yang akan dilantik akan membacakan ikrar dan sumpah untuk menjalankan amanah.
Ketika selesai pelantikan hati lega sekaligus cemas tidak mampu melaksanakan amanah. Namun disisi lain saya cukup bangga bisa dilantik apalagi ketika dilantik dalam tingkatan yang lebih besar. Karena bagi saya itu merupakan sebuah tantangan bagi perjalanan kehidupan.
Kalau saya lihat kilas balik, orang-orang yang dilantik untuk tingkatan yang lebih besar. Mulai dari tingkatan pemeritahan terendah seperti Lurah, Camat, Bupati, Gubernur bahkan sampai Presiden masih banyak yang belum bisa menjalankan amanah dengan sebaik-baiknya. Tuntutan demi tuntutan tentu akan lebih besar ketika adanya pengurus baru, pemerintah baru ataupun nakhkoda baru. Saya yakin tidak ada seorangpun di atas dunia ini yang menginginkan hari ini lebih buruk dari hari sebelumnya. Maka tuntutan orang adalah agar setiap pengurus baru menjadi lebih baik dari yang sebelumnya.
Sebelum terpilih para calon wakil rakyat dan pimpinan daerah berusaha untuk merebut hati masyarakat dengan banyak cara. Salah satunya dengan janji yang diucapkan sewaktu masa kampanye. Di waktu pelantikan, banyak saya perhatikan ekspresi yang berbeda-beda. Ada yang optimis, takut, cemas bahkan pisimis.
Setelah dilantik, banyak yang belum menampakkan kinerjanya. Saya menilai untuk apa karangan bunga ucapan selamat dan sukses, iklan di Koran serta pariwara yang terpampang di media massa. Kalau itu hanya sekedar pengumuman belaka. Yang menunjukkan bahwa saya sudah dilantik.
Pelantikan sebelulnya adalah acara simbolis yang menandakan telah resminya kepengurusan yang baru. Kalau kita istilahkan itu merupakan alek gadangnya. Sebuah symbol untuk pengumuman kepada masyarakat luas bahwa inilah kepengurusan yang sah.
Disisi lain, terkadang sebuah acara pelantikan bisa menghabiskan dana yang besar. Menurut saya itu adalah penghabisan yang sia-sia. Lebih baik kita membantu orang miskin dan lain sebagainya. Tetapi itulah tuntutan hidup, kita terpaksa untuk mengikutinya. Maka harapan saya ketika pelantikan sudah diadakan, pengurus sudah dilantik, maka amanah bagi pengurusan baru harus segera dijalankan. Bukan hanya sebagai symbol namun itu adalah bukti bukan janji. Semoga!! Wallahua’lam

Jumat, 17 Desember 2010

Persma Bernarasi Di Bumi Lampung

Catatan Perjalan Pelatihan Jurnalistik Mahasiswa Tingkat lanjut di UNILA

Bus perlahan berjalan menuju terminal Raja Basa. Di sepanjang jalan kiri dan kanan sudah terdengar klason mobil dan motor bersahutan. Ke depan saya melihat tulisan “Bandar Lampung Kota Tapis berseri”. Di kota itulah saya mengikuti Pelatihan Jurnalistik Mahasiswa Tingkat Lanjut (PJMTL) se-Indonesia yang diadakan UKPM Teknokra Universitas Lampung (UNILA) tanggal 4-9 Oktober lalu.
Sesampai di Terminal, Panitia menjemput saya dengan motor menuju lokasi penginapan di Pahoman. Lokasinya memakan waktu setengah jam dari UNILA. Panitia melesat melalui jalan lalu lintas, di setiap ruas jalan protokol di Bandar Lampung kami terhenti karena macet.
Sesampai di Wisma Semergo, Pahoman saya melihat spanduk tepasang dengan tema “Persma bernarasi di Bumi Lampung”. Memasuki gerbang saya langsung disambut panitia, barang bawaan saya sudah diangkat ke kamar .”makan dulu ya, pasti sudah laper,” kata salah seorang panitia.
***
Perjalanan yang saya tempuh kira-kira 28 jam dari padang menuju kota Bandar Lampug. Saya berangkat jam 11 (08/10) dari Loket Gumarang Jaya sampai di lokasi pelatihan pukul 14:00 (09/10). Rasa penat masih terasa ketika panitia menyuruh masuk pada materi yang disampaikan oleh Juewndra Asdiansyah (Redaktur Pelaksana, Tibun Lampung). Materinyanya Jurnalisme Bukan Propoganda. Dalam materi itu ia menjeskan “Jurnalis berbasis Fakta dan fakta suci.”
Acara selanjutnya Sesi coffe break, kami beristirahat. Tiba-tiba datang mengajak pergi jalan-jalan “siap-siap mobil sudah menunggu ke luar, kita mau pergi ke Bukit Randu.” Disana saya melihat kota Bandar Lampung yang berjejer dengan rumah, dari kejauhan terlihat pelabuhan Bekahauni. “kotanya acak-acakan ya” kata salah seorang panitia.
Malam Pukul 08:00 kami salig bertukar pikiran mengenai LPM Masing-masing utusan kemudian dilanjutkan dengan diskusi membahas permasalahan Pers Mahasiswa dan mencari solusinya. Sesi ini dipimpin oleh Pemimpin Umum Teknokra Beni dan dilanjutkan oleh 14 peserta. Berty Wedya Sari (LPM Kronika Metro, Stain Metro Lampung), Dian Wahyu Kusuma (UKPM Teknokra, UNILA), Erliana (Bahana Mahasiswa, Univ. Riau), Fenny Rahma (LPM Univ. Muhammadiyah Palembang, Ilham Mustafa (LPM Suara Kampus, IAIN Imam Bonjol Padang), Khairil Hanan Lubis (LPM Suara Usu, Univ. Sumatera Utara), Rifki A.P (LPM Balairung, Univ. Gajah Mada), Rika Zulhaini Utami (LPM , teropong, Univ. Sumatra Utara), Rina Atmasari (LPM Aspirasi BSID FBS, Univ. Negeri Makasar), Sandhio Alpangeano (LPM Gagasan, UIN SUSKA Riau), Santi Syafiana (Surat kabar Kampus Ganto, Univ. Negeri Padang), Suriawati (LPM, Profesi, Univ. Negeri Makassar, Zalyoes Yoga Permadya (LPM Genta. Univ. Andalas dan Fauzan Fikri (LPM Gelora Sriwijaya, Univ. Sriwijaya).
Hari Kedua, Selasa (05/10), terbagi kepada 3 sesi. Sesi pertama kami mengunjungi Museum Lampung. Selanjutnya Diskusi Soal Indepth Reporting Tekhnik Reportase mendalam dan kiat menembus narasumber, lingkaran konsentris, dan tekhnik wawancara dengan mengacu pada contoh-cotoh liputan mendalam pada majala Tempo yang disampaikan oleh Pemimpin Redaksi Tempo Wahyu Muryadi.”kita bekerja bukan untuk diri sendiri,” ungkapnya ketika menyampaikan materi. Sesi terakhir diisi dengan nontong bareng film Feronicca Guerin.
Materi hari ketiga, Rabu (06/10) terbagi 3 sesi yang menghadirkan Fahri salam sebagai pemateri, ia merupakan penulis lepas dan sekarang berkegiatan di yayasan pantau. Sesi pertama dimulai dengan diskusi tekhnik penulisan Feature dengan contoh-contoh tulisan feature. Selanjutnya diskusi membahas tulisan Feature yang dikirim peserta ke panitia. Peserta bisa menukar tugas dengan teman disamping dan membacakannya di kelas. Masing-masing peserta member penilaian. Setelah itu pemberian tugas liputan feature kepada masing-masing. Malamnya ditutup dengan pembahasan mengenai menulis Profil.
Diskusi soal Narasi yang ditunggu peserta akhirnya disampaikan pada hari keempat, Kamis, (07/10). Ini juga dipandu oleh Fahri Salam. Ia menjelaskan bahwa narasi itu bias bertutur. “don’t tell it, but show it”. Ia juga menambahkan bahwa untuk menjadi penulis narasi itu tidak cukup dengan meliput dalam beberapa jam saja. Materi ini membahas contoh-contoh tulisan narasi dalam buku jrnalisme sastrawi, menulis deskripsi, sudut pandang penulisan, dialog dan merekam detail peristiwa. Selanjutnya materi riset dan database. Peserta diajarkan bagaimana meriset bahan untuk menunjang proses reportase. Sesi terakhir yaitu membahas tugas. Peserta membacakan tulisannya di depan kelas yang lain menyimak dan memberi tanggapan.
Liputan Lapangan pada hari ke enam, Jumat (8/10). Peserta disuruh untuk melakukan penekanan pada penulisan nasari. Ini dilakukan di wilayah lokalisasi Pemandangan. Setelah pulah langsung diketik tulisannya dalam beberapa jam. Setiap peserta dibagi perkelompok. Satu kelompok dua orang. Saya bersama teman dari Universitas Muhammadiyah Palembang. Kami melipu dan menulis tulisan dengan judul “hanya-hanya ikut-ikutan”.
Rangkaian acara terakhir, Sabtu (09/10) ditutup dengan jalan-jalan. Peserta diajak ke Wisata Menara Siger dan Pantai merak Belatung. Acara terakhir dilanjutkan dengan penutupan dan perpisahan. Sekaligus penyerahan piagam dan kenang-kenangan dari panitia untuk peserta.

Hanya Ikut-ikutan

Jam menunjukan pukul 8.30 saat bus yang akan membawa kami pergi datang. Dari Pahoman menuju Panjang. Bus yang kami tumpangi, perlahan berjalan menuju pemandangan. Salah satu lokalisasi yang ada di lampung.
Sepanjang perjalanan, dikiri-kanan jalan dari kejauhan nampak bukit berjajar. Rumah-rumah berdiri seperti anak tangga. Diberapa tempat hutan yang hijau masih terlihat. Di atas bukit, awan putih menyebar. Laut dikejauhan terlihat. Udara terasa panas. Di kanan jalan, ada sebuah pelabuhan. Pelabuhan Panjang. Di sebelah kiri terdapat pabrik Semen Baturaja. Lingkungan pabrik dipenuhi tumpukan batubara. Cerobong asap dari kerja pabrik mengeluarkan asap putih.
Tepat di ujung pagar melingkar pabrik, berbatasan dengan jalan kecil. Jalan Teluk Tomini Teluk Betung kami turun. Sebuah daerah yang terlihat sama dengan lainnya. Daerah pinggiran yang tenang. Memasuki jalan tomini, berjalan lurus. Kiri kanan jalan dipenuhi dengan pedagang dan barang dagangan. Sebuah pasar ala kadarnya, Pasar Tempel. Ada penjual sayur, ikan, ayam, dan perbagai kebutuhan rumah sehari-hari. Masyarakat memandang heran. Mungkin kedatangan kami secara bergerombolan mengejutkan.
Tiba dipersimpangan pertama, berbelok ke sebelah kanan. Sekitar 20 meter di depan, terdapat sebuah kantor kemitraan polisi masyarakat. Balai Pertemuan Kampung Sawah. Kantor ini juga dijadikan PAUD. Muridnya ada sepuluh orang. “ rata-rata berumur 5 tahun” menurut winda, guru PAUD.
Kami berkumpul dan mendapat intruksi dari panitia. Jam tangan menunjukan pukul 9.20 menit. Petualangan kami di mulai. Cukup sulit mendapatkan sumber berita. Penghuni wisma-wisma masih terlelap tidur. Capek bekerja semalaman. Cukup mudah menemukan tempat “main” para pekerja seks disini. Didepan rumah terpasang biilboard. Lengkap ditulisi fasilitas yang ada didalamnya. Karaoke dan biliard.
Ricky, panitia kegiatan ini saat kami temui mengatakan sebabnya pemilihan tempat ini.
“se-benarnya ini juga ada di enggal, dekat penginapan kita. Tapi kalo di enggal ga rame, ga banyak” jawabnya tersenyum malu
Kepala lingkungan yang juga ketua RT Way Lunik mengatakan bahwa selama ini tidak ada keributan palingan orang yang mabuk. Lokalisasi ini sudah dimulai pada tahun delapan puluhan lalu. “tepatnya nggak pasti, soalnya udah lama,” katanya.
KAMI MEMUTARI KAWASAN PEMANDANGAN. Sepi. Hanya ada satu, dua orang yang lalu lalang. Sampai di gang tiga, seorang ibu tua. Berdiri memegang sapu, membersihkan wisma. Seekor kucing tertidur di teras rumah. Plang tanda bertulis Wisma Melati. Didepan pintu masuk juga ada plang. SUTRA “Kawasan Wajib Kondom”.
Ragu sempat menjadi penghalang. Kami bertanya kepada Sanisi yang Berambut keriting, diikat acak. Berbaju daster coklat. Kaki kanannya terbalut perban sebatas mata kaki. Dengan alas sendal jepit berwarna hijau. Mata sebelah kirinya buta. Wanita ini tampak tak suka dengan kedatangan kami. Nada bicaranya ketus. Sesekali ia membentak dan tak menghiraukan pertanyaan. Dia berasal dari cirebon. Merantau ke Lampung sejak usia sepuluh tahun. Pemilik wisma dengan tiga orang asuhan.
Kami melanjutkan perjalanan menuju gang berikutnya. Tak jauh beda. Sepi. Kalau pun ada, mereka langsung menghindar. Keluar dari gang satu. Berbelok kearah kanan. Dua orang wanita sedang berhias diri. Duduk santai di teras rumah. Tina wanita berperawakan sedang. Rambut pendek sebahu. Lipstik merah. Baju dres pendek berwarna hijau. Celana jeans ketat. Di sebelahnya, Yati memakai Dress berwarna ungu.
Kami mendekatinya. Tinapun angkat bicara “kami disini bisu semuanya.” Katanya sambil mengipas tubuhnya.
Dengan kepala tertunduk ia mulai berbicara. “kami baru sebulan disini, sebelumnya di Indramayu”.
Ia dulu pernah menikah 2 kali. Menikah pertama waktu umur 14 tahun. Dari hasil pernikahannya itu ia memiliki 2 anak yang kini tinggal bersama di Indramayu. “mau gimana lagi, suka dukanya harus dihadapi,” selama di Lampung ia jarang keluar dari Pemandangan. “paling Jauh cuman ke Pasar Panjang” tutupnya.
Lain lagi dengan yati yang juga berasal dari Indramayu. Ia juga pernah menikah dan memiliki seorang anak. “udah lama cerai” ungkapnya.
Waktu menunjukkan pukul 10.10. kami terus menyusuri gang demi gang.
Sampai di ujung gang, belok kiri. Sebelah warung bu Jumiarti (38). Dua orang pekerja sedang duduk, mengobrol. Erna (30) berbadan besar. Perut buncit. Lengan berotot. Rambut pendek sebahu. Dengan memakai tank top garis-garis. Celana karet ketat. Yuni, berbadan subur. Montok. Memakai tank top merah muda. Rok jeans ketat. Langsung masuk kedalam kamar. Menurut Erna, ia memang pemalu. Baru satu bulan ia bekerja.
Ibu Jumiarti pemilik warung dan tempat pekerja ini menumpang.” Ya tahu sih mereka gitu. Tapi ya saya ga mau kalo maen disini. Buka lagu juga boleh keras-keras”. Ibu ini memberi ruang bagi kami untuk mendapatkan informasi. Ia sudah delapan belas tahun disana. Berdagang. Ibu dua orang anak ini mengaku prihatin dengan keadaan seperti ini. “anak saja dilempar ke jawa sama bude nya disana, ni yang masih smp juga ntar mau disuruh ke sana. Takut.”
Ditanya mengapa tidak coba pindah ke daerah lain, ia menjawab sedih. “ ya sebenarnya was-was apalagi kalo petugas sedang masuk. Ya kalo bisa, sekarang pindah”jawabnya tegas.
Jam sudah menunjukan pukul 11.30. kami berpencar. Ada yang sholat Jumat ada yang kePosko Balai pertemuan.
Setelah sholat jum’at di Mesjid Nurul Taqwa, saya menemui Pak Ujang Syafaat, pengurus masjid Nurul Takwa Dadakan. Ia memakai sorban, peci serta memiliki janggut putih. Ia mengatakan usaha yang baru bisa dilakukan untuk mengatasi lokalisasi ini, baru bisa mengadakan pengajian di Mesjid dan di Mushala Al-Tahzan di Pemandangan. “meskipun Kampung bersebelahan tapi kita merasa jauh,” katanya
Untuk kedepan ia sangat berharap agar pemerintah bisa menutup lokasi itu, karena sangat mengganggu. “untuk mengajak secara langsung kita belum berani, itu seharusnya tugas pemerintah, sebenarnya secara formal sudah ditutup oleh pemerintah, tapi prakteknya sampai sekarang masih ada,” tutupnya.
Pulang dari Sholat Jumat saya bergabung dengan teman-teman untuk makan siang yang diadakan oleh Panitia PJMTL. Setelah makan Kami meneruskan perjalanan terakhir di gang lima pukul 13:10. Di wisma bercat kuning kami tertarik untuk mewawancarai dua orang wanita berumur 21 tahun. Kesi dan Linda.
Dengan memakai kaos oblong merah muda yang dadanya kelihatan. celana jeans setengah paha ketat. Kesi menceritakan dulu sewaktu di sekolah ia sering ke dunia gemerlap (dugem). Sewaktu kelas 3 SMA ia pindah ke rumah adik ibunya di Panjang.
“waktu sekolah saya sering ikut Dugem mas, sehingga menjadi nakal, sehingga sekarang menjadi seperti ini,” kenangnya.
Sebelum bekerja kesi pernah menjadi pembantu rumah tangga, pengasuh bayi dan berdagang selama 4 bulan di Jakarta. Namun karenan ikut-ikutan teman akhirnya ia sampai di pemandangan ini. Ia sudah bekerja di wisma itu salama 6 bulan. “penghasilannya lumayan mas, tapi uang jinjing makan setan nggak halal”, katanya mengocok kartu remi sambil tertawa.
Ia sebetulnya sudah tunangan di kampungnya, Kota Bumi, Lampung Utara. Orang tuanya hanya tahu ia pergi ke Bandar Lampung untuk kuliah. “Orang tua dan tunangan saya nggak tahu kalau saya kerja seperti ini, kalau tahu bisa hancur saya mas,” ujarnya dengan raut muka sedih.
“saya tidak lama akan lama lagi disini, soalnya bulan depan saya mau menikah mas”
Ditanya masalah harga bandrol yang dipatok. Ia menjawab negosiasi dengan para lelaki hidung belangnya. “Tapi biasanya 200 ribu buat short time, ya kira-kira 5 menit lah. Kalo long time bias 250ribu-400 ribu setengah jamnya” lanjutnya.
Lain hal dengan Linda (21), wanita asal Hanura, padang cermin. Wajahnya polos. Berbadan kecil, putih. Rambut lurus sepinggang. Kaos oblong hitam. Sandal jepit hak berwarna emas. Rok hitam panjang bermotif polkadot. Ia baru lima bulan menetap di wisma ini. Wanita tamatan SMA yang pernah bercita-cita masuk kuliah UNILA, fakultas kedokteran ini mengaku tidak mengetahui tempat ini awalnya.
“saya ga tahu tu kalo mau di ajak kesini. Temen saya bilang Cuma mau ngajak kerja aja dulu”ujarnya
Linda sudah bekerja sejak umur 14 tahun. menjadi baby sister, pembantu, pelayan sudah ia lakoni. Kehidupannya berubah saat tamat SMA.
“ sebenarnya saya udah nikah loh”tiba-tiba ia berkata
“loh da nikah mbak?”Tanya ku terkejut
“ iya begitulah”. Umur tujuh belas tahun. Malam hari. Saat itu kebetulan ia sedang pulang ngaji dari mondok. Tak biasa dirumahnya begitu ramai. Para bujang teman sepupu nya berkumpul dirumahnya. Rasa capek membuatnya langsung masuk kamar. Tidur.
Tengah malam sekitar pukul 2, pintu kamarnya dibuka. Tiba-tiba, ia merasa tubuhnya tertindih. Sontak ia terbangun dan menjerit. AAAAHHHH
Sontak saja orang tua nya menuju kamarnya. Seorang laki-laki berusaha memperkosa-nya. Ia menangis. Orang tuanya marah. Keputusan fatal di ambil malam itu. Linda dipaksa menikah.
Ia merasa masa lajangnya digangu. “ saya ga mau. Kan saya juga belum diapa-apain. Tapi saya dipaksa nikah sama orang tua dan sepupu. Saya kan masih mau menikmati hidup seorang gadis” ungkapnya sedih. Walau pun begitu pernikahan tetap terjadi.
Meski tanpa rasa cinta ia melayani suaminya. Menurutnya di awal pernikahan suaminya baik sekali. Tapi lama-kelamaan mulai bersikap kasar. “ untung nggak saya laporin ke Polisi dia (suaminya), masih baik hati saya”ucapnya sambil tertawa
Sok kenal, sok dekat. Itu kesan pertama yang Linda dapatkan dari suaminya. Ditanya masalah “mami” ia menjelaskan , dalam satu bulan biasa mencapai 30juta. Penghasilan ini dibagi dua dengan mami.
Ruangan berukuran 3x4 tempat menjamu tamu. Ada lima kursi busa berwarna hijau, pegasnya sudah rusak. Sebuah meja dirapatkan kedinding. Diatasnya ada satu botol minuman keras dan gelas plastic warna merah muda. Sambil makan semangkuk bakso ia menjawab kami.
Tiba-tiba handphone berdering, dari lubang speaker terdengar “ PULANG”
Kami pamit sebentar dan bergegas untuk menuju mobil yang mengantar kami tadi.

Jangan Setengah-setengah

Sore sehabis dari materi pelatihan jurnalistik mahasiswa Tingkat Lanjut (PJMTL) se-Indonesia yang diadakan oleh UKPM Teknokra saya sempat berbincang-bincang dengan Khairil Hanan Lubis Mahasiswa Jurusan Komunikasi Universitas Sumatera Utara. Dalam perbincangan Hanan yang berperawakan sedang memiliki rambut lurus, alis mata tebal dan berkulit putih dengan logat khas medannya mengatakan“saya ini nggak ada yang menarik di wawancara, cari yang lain aja”.
Di Wisma Semberogo yang berlantai 2, Kamar 5 A yang berisi 4 orang ini akhirnya ia bercerita tentang awal ia masuk Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) SUARA USU. “Pada awalnya hanya ikut-ikutan teman dan nggak ada terfikir masuk LPM,” ungkapnya.
Pernah waktu jadi anggota magang ia sempat malas karena tidak suka menulis. “Kalau ada pembagian tugas biasanya suka datang telat,” ujarnya. Tapi akhirnya ia berprinsip bahwa kalau nyoba sesuatu itu jangan setengah-setengah.
Selama di kampus ia juga pernah mengalami dilema dalam membagi waktu. Waktu itu ia juga menjabat di Himpuan Mahasiswa Departemen. “Pernah dalam satu waktu aku menjadi ketua panitia olahraga dan menjadi koordiator di kepanitiaan SUARA USU, akhirnya aku memilih suara USU,” kenangnya. Motivasi yang membuatnya masih tetap di SUARA USU yaitu ia yang butuh Suara USU.
Jabatannya sekarang di LPM SUARA USU adalah pemimpin redaksi. Ia sudah menjabat 10 bulan. “Sebelumnya nggak pernah ada kepikiran sih jadi Pemred,”akunya. Ia juga berpendapat bahwa dengan jabatannya sekarang beban tanggung jawabnya semakin besar.
Selama ia menjabat menjadi Pemred banyak hal yang telah dilaluinya. Pernah juga ia mendapat masalah baik di media Tabloid ataupun online. Pernah ia mendapat teror. “Kasusnya pemilu di USU waktu itu ada pihak yang kalah dan tidak terima dan kita memberiktakan hasil pemilu lalu saya diteror,”
Rika yang juga temannya sesama dari medan menuturkan bahwa “Hanan orangnya baik, asyik diajak ngomong”
Untuk keluar daerah seperti ini dulunya pernah ada kesempatan untuk keluar, tapi kesempatan baru sekarang akhirnya ia bisa sampai mengikuti pelatihan di UKPM Teknokra ini.

Komunitas

Entri Populer

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | free samples without surveys